WARTAPAKUAN.COM — Anggota DPRD Kabupaten Bogor dari Fraksi PKS H Irvan Baihaqi menyoroti Peraturan Bupati Bogor no. 63 tahun 2017 tentang Penghentian sementara penerbitan izin usaha toko modern untuk minimarket (moratorium) di beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Bogor. Di mana ada 20 kecamatan yang dihentikan sementara untuk perizinan pendirian toko modern sejak tahun 2017.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi II ini berpendapat bahwa pemerintah harus berani untuk segera menindaklanjuti atas pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha toko modern di kabupaten Bogor.

“Kami mendukung pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah kongkrit dalam menghentikan pembangunan toko modern terutama yang ada di 20 kecamatan itu karena ini akan berdampak negatif bagi pemerintah,” ucap Haji Irvan, demikian ia biasa dipanggil.
Tokoh politik PKS ini juga menambahkan bahwa pelanggaran ini juga turut andil dalam proses kesenjangan sosial dan ekonomi.
“Pemerintah sudah benar dengan moratorium toko modern ini yang bertujuan untuk membatasi toko modern baru dan memberi ruang pada toko tradisional untuk lebih eksis sehingga ada pemerataan ekonomi dan membangkitkan usaha masyarakat kecil” tambah nya
H. Irvan mengatakan keprihatinannya atas kondisi tersebut. Bahkan menurutnya, patut diduga ada baking orang kuat atas menjamurnya toko modern di wilayah moratorium dan telah melanggar Perbup nomor 63 tahun 2017.
“Perbup ini merupakan larangan perizinan pendirian toko modern di 20 kecamatan yang di anggap sudah penuh tidak layak lagi keberadaannya,” ujar Irvan.
Dalam hal ini, dirinya menyesalkan terkait lemahnya penegakan perbup di Kabupaten Bogor. Sebab menurutnya, peraturan yang telah ditetapkan oleh eksekutif seharusnya menjadi pedoman yang ditaati, bukan hanya menjadi dokumen formalitas.
“Fakta bahwa toko modern bisa tetap berdiri meski berada di wilayah yang di larang menunjukkan adanya oknum yang bermain serta pembiaran yang serius,” tutur H. Irvan.
Padahal selama ini, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor selalu menyuarakan komitmennya dalam melindungi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dirinya pun menilai bahwa hal tersebut hanya sekadar slogan saja.
“Ini terlihat dari makin masifnya toko modern yang merambah wilayah yang seharusnya menjadi ruang tumbuh bagi UMKM dan pengusaha kecil,” imbuh Irvan.
Selain itu, penurunan anggaran bagi pengembangan UMKM juga menunjukkan kurangnya perhatian Pemda terhadap sektor ini. UMKM adalah fondasi ekonomi rakyat yang membutuhkan dukungan konkret, bukan hanya narasi manis dalam pidato dan dokumen perencanaan.
“Kami meminta Pemkab Bogor untuk serius dalam memberikan perlindungan kepada UMKM melalui langkah tegas menegakkan Perbup 63 Tahun 2017. Jangan biarkan aturan hanya menjadi hiasan, sementara pelanggar dibiarkan bebas tanpa sanksi,” tegas Irvan.
Komisi II DPRD juga terus mendorong agar proses perizinan pendirian toko modern diperketat dan diawasi. Jangan sampai izin diberikan tanpa kajian dampak terhadap pasar tradisional dan pelaku usaha kecil di sekitarnya.
“Jika ditemukan pelanggaran, Pemkab harus berani mencabut izin dan menutup toko modern yang tidak sesuai aturan. Ini penting untuk memberi kepastian hukum dan keadilan bagi semua pelaku usaha, terutama yang kecil dan menengah,” pungkasnya.
Sebagai informasi, di dalam Bab 3 pasal 3 Perbup No 63 tahun 2017, diatur bahwa di 20 kecamatan ini untuk sementara tidak di izinkan dulu pendirian toko modern. Namun sayangnya, masih ada pendirian sejumlah toko modern yang lokasinya ada di wilayah moratorium.
Kondisi tersebut juga terlihat di kecamatan Bojonggede. Penelusuran kami, ada pembangunan minimarket di beberapa desa yang ada di kecamatan Bojonggede pada dua tahun terakhir ini.
Tak hanya itu, di kecamatan lain seperti Tajurhalang, Kemang, Parung dan gunung Sindur masih banyak pembangunan minimarket sejenis.
Bahkan, posisi Alfamart, Indomaret dan Alfamidi saling bersebelahan dan masuk di perumahan – perumahan. Jika mengacu pada perbup yang ada, tentunya berdirinya toko modern tersebut bertentangan dengan aturan.













